Kepada Gadis: Suci dan Ayu


Baru saja aku merebahkan diri di kasur kosan dengan bantal yang bertumpuk mengganjal kepalaku dan kemeja yang belum diganti, kemudian meraih ponsel dari dalam tasku dan memeriksa barangkali ada pesan atau panggilan. Beberapa panggilan tak terjawab muncul di layar ponselku saat aku membuka kunci layarnya. Saat ku telepon kembali nomor anonim tersebut tak ada jawaban. Aku menyerah, masih dengan rasa penasaran yang menggelora di benakku. Di media sosialku, sebuah pesan obrolan beberapa jam lalu baru bisa kubaca, oh rupanya sahabatku Lala.

     Tadi habis dari rumahmu, tapi kamunya tidak ada. Saya bareng Andi Ayu. Dia mau ketemu!

Sebaris kalimat itu menggangguku. Aku segera bangun dan memperbaiki posisi duduk. Membalas pesan dengan serius dan antusias. Aku mendadak senyum-senyum sendiri dan geregetan karena sebuah nama: Andi Ayu. Hampir satu dekade kami tak berjumpa. Dan saat dia berusaha menemuiku, aku malah tak bisa bertemu karena sibuk dengan urusan lab.

Beberapa menit setelah membalas pesan Lala, nomor anonim kembali menghubungiku. Sebuah suara yang lama tak kudengar, masih dengan nada dan warna yang sama. Suaraku sedikit bergetar karena terharu dengan panggilan itu. Kami saling menyapa dan menanyakan kesibukan masing-masing. Meski benar-benar percakapan pendek yang tak lebih dari lima menit, karena dia tiba-tiba ada urusan. Tapi aku bahagia! Ku simpan nomor anonim itu ke daftar kontak ponselku. Kini tidak anonim lagi!

Setelah percakapan singkat hari itu, tidak ada lagi percakapan selanjutnya. Nomor yang kusimpan di ponselku, beberapa waktu terbaca mempunyai akun Whatsapp dan LINE. Dengan senyum yang mengembang kumulai menyapanya. Lama sekali dia tak membalas. Sampai berhari-hari dia membuatku terus menunggu.

Andi Ayu adalah teman sebangkuku saat kelas dua SMP. Awalnya kami tidak pernah dekat. Dia hanya dekat dengan salah satu teman segengku yang kala itu meminta dia dimasukkan ke geng kami. Justru saat itu aku merasa tidak setuju dia bergabung dengan kami secara tiba-tiba, hanya karena mengobrol beberapa hari dengan salah seorang dari kami. Akibat mataku yang makin tak bisa membaca tulisan di papan tulis, aku yang duduk di belakang dipindah ke bangku terdepan. Persis di sebelah Ayu.

Perempuan yang mirip Nova Eliza karena tahi lalat yang cukup besar di atas bibirnya ini adalah tipe periang dan tengil. Aku sering berterus terang padanya tidak menyukai orang yang tengil dan dia akan makin menjadi-jadi. Dia selalu jujur tentang diriku, apa yang kurang dan tidak baik dariku.

Kami adalah dua kolaborator yang pas saat belajar dan mengerjakan tugas. Kami cocok sekali dalam berbagi pengetahuan. Dia sering membantuku dalam pelajaran matematika yang paling disukainya. Alhasil, kami selalu jadi yang tercepat memecahkan jawaban soal matematika.

Kepada dia, aku juga menceritakan tentang seseorang yang aku sukai. Dia selalu menggodaku saat mendengar orang-orang bertengkar memperebutkan orang yang kusukai. Saat itu aku yang malu mendengar kejadian itu malah marah kepadanya. Menurutku dia tidak pantas mempertanyakan apa aku cemburu dengan orang-orang itu. Dia juga sering meledekku karena teman lelakiku yang sering mengganggu sampai menggombal. Aku sedih dan kecewa sekali saat dia memberitahu bahwa tantenya telah menguruskan surat pindah ke Bone. Aku benar-benar kehilangan, bangku tempatnya mendadak seperti cerita film bangku kosong.

Aku ingin sekali bertemu dengannya untuk mengganti pertemuan yang pernah hampir terjadi. Juga untuk menghapuskan kekecewaanku karena nomor yang tersimpan di ponselku ternyata milik seseorang yang tinggal di provinsi sebelah, Kendari. Padahal wajah yang menjadi gambar profilnya mirip sekali dengannya. Aku ingin bercerita dan bertanya banyak hal kepadanya. Juga mungkin bernostalgia sambil bernyanyi lagu favorit kamu, “Sampai menutup mata”-nya Acha Septriasa. Ah, Ayu bagaimana kabarmu yah?

Terakhir, aku ingin menyampaikan kalau aku juga ingin bertemu teman masa kecilku. Suci. Kami juga punya banyak kenangan yang melibatkan perasaan dan cerita-cerita yang jarang dialami anak-anak seumuran kami. Kepada Suci, aku ingin sekali bertanya tentang kebiasaan yang tak biasa yang hanya kami yang punya sependek yang kami tahu. Apa dia masih melakukannya? Ahh… pertemuan untuk tujuan ini sudah lama aku impikan. Mencari jejak keduanya lewat media sosial bermodal nama itu sulit sekali jika ada yang menyarankan. Nama mereka berdua pasaran. Aku sudah mencobanya tapi gagal. Semoga ada kejutan kesempatan yang mempertemukan kami. Hopefully!

Gambar: Pinterest

#7DaysKF

0 komentar